Kemenagmempunyai visi agar masyarakat Indonesia mencapai satu titik agamis dalam rangka mewujudkan kerukunan umat beragama. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber kegiatan rapat koordinasi dan temu tokoh lintas majlis agama Kabupaten Pemalang yang diselenggarakan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Pemalang di Vihara Para Maitreya Pemalang, Kamis (5/9/2019). Nah demi mendukung kemajuan Indonesia dan terciptanya kerukunan masyarakatnya, Smartfren bakal mengajakmu untuk berkontribusi lewat kampanye #KuotakanMaumu dan #KuotakanSuaramu. Kamu bisa turut serta menyuarakan solusi bagi negeri dan harapanmu untuk Indonesia lebih baik lagi menggunakan jaringan #Super4GKuota dari Smartfren yang murah tapi berlimpah. Upayameningkatkan kerukunan antar- suku, pemeluk agama, dan kelompok- kelompok sosial lainnya dapat dilakukan melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip, kecuali . a. kebersamaan b. kesetaraan c. toleransi d. saling menutup diri Negaramempunyai kewajibanuntuk menjamin kerukunan umat beragama berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Indonesia secararesmi sudah mengesahkan enam agama resmi. Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. Jawaban kerja sama dalam berbagai tolong sama pada acara kepada yang lainPenjelasanMAAF KALAU SALAH Palu ANTARA - Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama yang berdampak penguatan persatuan dan kesatuan menjadi modal besar pemerintah dan semua pihak dalam mengoptimalkan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Rukun menjadi kunci untuk menopang sukses pembangunan yang diselenggarakan pemerintah pusat dan daerah. Moderasi beragama atau cara beragama menjadi satu pendekatan yang diterapkan pemerintah melalui Kementerian Agama, melibatkan para pihak di antaranya Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB dan Majelis Ulama Indonesia MUI, untuk meningkatkan pemahaman umat beragama di tengah kemajemukan dan mencegah tumbuh dan berkembangnya paham intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan moderasi beragama merupakan solusi terhadap berbagai tantangan keagamaan, termasuk Islam saat ini. Wapres mengatakan moderasi beragama tersebut antara lain dengan menerapkan cara berpikir tidak tekstual dan tidak liberal. "Cara berpikir yang benar dan tepat adalah cara berpikir yang moderat dalam arti tidak tekstual dan tidak liberal, yaitu dengan melakukan ijtihad terhadap masalah-masalah yang belum diijtihadi sebelumnya atau sudah diijtihadi tapi sudah tidak relevan lagi," katanya. Cara berpikir moderat tersebut, lanjut Wapres, juga dapat menghindarkan umat dari kekeliruan terhadap cara pandang yang statis dan konservatif. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB Provinsi Sulawesi Tengah Prof Zainal Abidin mengemukakan moderasi beragama menjadi basis pembangunan kerukunan antaragama. "Karena moderasi beragama adalah cara beragama yang moderat dan tidak ekstrem," ucapnya. Zainal Abidin menerangkan moderasi beragama mengantar penganut agama menjadi seorang pendamai karena moderasi agama mengajarkan tentang cara beragama yang damai, toleran, dan menghargai perbedaan. Namun, ia menegaskan, moderasi beragama bukanlah moderasi agama. Sebab, moderasi beragama berada pada tataran sosiologis yang dalam wilayah praktik keberagamaan di kehidupan sosial kemasyarakatan dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Sementara pada tataran teologis, kata dia, setiap orang berhak dan bahkan seharusnya meyakini kebenaran agamanya, tetapi pada saat yang sama dalam tataran sosiologis harus memahami bahwa orang lain juga memiliki keyakinan terhadap ajaran agama mereka. "Analogi paling sederhana, seseorang boleh berpandangan bahwa pasangannya yang paling cantik atau ganteng. Tetapi tidak perlu risau kalau orang lain juga mengakui bahwa pasangan mereka juga paling cantik atau ganteng," ungkap dia. Kerja sama Berbagai pihak bekerja sama untuk membangun pemahaman keagamaan umat yang moderat dengan mengoptimalkan moderasi beragama. Majelis Ulama Indonesia MUI Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menggencarkan sosialisasi moderasi beragama kepada umat Islam di daerah itu untuk membangun kerukunan antarpemeluk agama. "Saya berpandangan mengarusutamakan moderasi beragama di Kabupaten Sigi masih tetap relevan untuk terus disampaikan kepada umat Islam, agar dapat dipahami dengan baik," ucap Ketua MUI Kabupaten Sigi Ali Hasan Aljufri saat menyampaikan sambutan pada Musyawarah Daerah II MUI Kabupaten Sigi bertemakan "Wwujudkan moderasi beragama, perkokoh ukhuwah islamiyah". Program-program MUI, katanya, harus mampu menjawab tantangan yang dihadapi umat saat ini, misalnya mengenai moderasi beragama dan problem mengenai toleransi antarumat beragama. "Demikian juga menghadapi tantangan ke depan dalam bidang akidah, syariah, akhlak, budaya, dan perkembangan informasi teknologi dan sebagainya," ujarnya. Ia menegaskan penguatan paradigma pemahaman masyarakat khususnya umat Islam di Sigi, mengenai moderasi beragama untuk membangun umat yang moderat, harus menjadi agenda utama MUI kabupaten, kecamatan, dan desa di Sigi. "Hal ini penting, seiring dengan adanya indikasi adanya penyebaran paham intoleransi, radikalisme, dan terorisme di masyarakat. Olehnya pengurus MUI di semua tingkatan di Sigi agar memahami secara utuh moderasi beragama, sehingga dapat menjadi corong dalam menyampaikannya kepada umat. Setiap pengurus MUI harus menyampaikan tentang Islam wasathiyah kepada sebanyak mungkin umat Islam di Sigi," ungkapnya. Hal itu agar pemahaman keislaman sebagaimana yang telah diletakkan oleh para ulama terdahulu di Indonesia bisa hadir kembali dan menjadi jati diri umat Islam di Indonesia, termasuk di Sigi. Pemerintah Kabupaten Sigi mendukung MUI setempat untuk membangun pemahaman umat di daerah itu tentang moderasi beragama dalam rangka memperkuat persaudaraan antar-agama. "Pemda Sigi prinsipnya siap membantu dan bersinergi dengan seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh MUI Sigi," ucap Bupati Sigi Mohamad Irwan. Ia mengatakan peningkatan pemahaman umat beragam tentang moderasi beragama menjadi hal penting seiring dengan adanya keseimbangan jumlah penduduk nonmuslim dan muslim di daerah tersebut. Menurut dia, program MUI tentang optimalisasi moderasi beragama bisa disinergikan dengan program yang dilaksanakan Pemkab Sigi, yakni Sigi Religi yang di dalamnya meliputi Sigi Mengaji bagi muslim, dan Sigi Beribadah bagi nonmuslim. "Sigi religi lahir salah satunya karena melihat adanya keseimbangan penduduk muslim dan nonmuslim, maka keseimbangan ini harus dirawat, dijaga dengan program-program yang berdampak pada peningkatan pemahaman dan kualitas umat beragama," ujar dia. Institut Agama Islam Negeri IAIN Palu turut berperan dalam mengoptimalkan moderasi beragama secara internal kampus maupun eksternal kampus. Rektor IAIN Palu Prof Sagaf S. Pettalongi mengemukakan penguatan moderasi beragama, salah satunya penekanan pada penguatan literasi keagamaan, budaya toleransi, dan nilai-nilai kebangsaan. "Salah satu tujuannya yaitu merawat persaudaraan umat seagama, memelihara persaudaraan sebangsa dan setanah air dan mengembangkan persaudaraan kemanusiaan," katanya. IAIN Palu mengedepankan akal sehat dan hikmah/kebijaksanaan dalam menyikapi berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan saat ini maupun di masa-masa yang akan datang. "Di negara yang berdasarkan Pancasila ini, tidak ada diktator mayoritas atau tirani minoritas," ucap dia. Dalam kaitan itu, semua umat beragama dituntut saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing, di mana hak seseorang dibatasi oleh hak-hak orang lain. Pancasila adalah ideologi pemersatu yang merangkum nilai-nilai keindonesiaan sebagai bangsa yang beragama. Sila pertama dan utama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, meneguhkan identitas nasional sebagai bangsa yang beragama dan bermoral. Peran Untuk meningkatkan kualitas kerukunan dibutuhkan peran semua pihak, termasuk komponen perempuan. Karena itu, Sejumlah perempuan lintas agama dari Agama Islam, Hindu, Buddha, Kristen dan Katolik bersepakat menjadi agen perdamaian untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan perdamaian dan meningkatkan kualitas situasi kamtimbas di daerah tersebut. "Perempuan lintas agama memiliki peran yang sangat strategis dalam membantu pemerintah dan pihak terkait dalam meningkatkan kualitas perdamaian di daerah ini," ucap Anggota FKUB Provinsi Sulteng Zulfiah. Kesepakatan perempuan lintas agama itu mengemuka dalam deklarasi milenium yang digagas FKUB Provinsi Sulawesi Tengah di Palu. Dalam naskah deklarasi yang disampaikan oleh perwakilan perempuan masing-masing agama, memuat empat poin penting sikap dari perempuan lintas agama Provinsi Sulteng. Pertama, perempuan lintas agama Provinsi Sulteng menolak intoleransi, radikalisme dan terorisme atas nama agama di Sulteng. Kedua, perempuan lintas agama bersedia menjadi agen perdamaian di Sulteng. Ketiga, perempuan lintas agama bersedia menjadi motivator moderasi beragama di Sulteng. Keempat, perempuan lintas agama bersedia menjadi duta budaya yang berkearifan lokal di wilayah Sulteng. FKUB juga membentuk kaukus perempuan lintas agama untuk mengoptimalkan dan mewujudkan moderasi beragama di daerah itu. "Kaukus perempuan lintas agama sebagai salah satu ruang kepada perempuan-perempuan dari berbagai agama di Sulteng untuk berkiprah dalam membantu FKUB dan pemerintah serta para pihak mewujudkan perdamaian," kata Zulfiah. Maka kaukus perempuan lintas agama, katanya, menjadi ujung tombak dari FKUB Sulteng untuk membantu mewujudkan kerukunan umat beragama, melalui optimalisasi pemahaman moderasi beragama di masyarakat. "Kaukus perempuan lintas agama ini adalah bentuk konkret dari program FKUB Provinsi Sulteng," sebut dia. Zulfiah yang merupakan kader dan pengurus Fatayat NU Sulteng itu, mengemukakan bahwa keterlibatan perempuan dalam membangun kerukunan umat beragama sangat penting sehingga kaukus perempuan lintas agama menjadi wadah perempuan berekspresi, menuangkan gagasan program, serta gerakan perdamaian. "Hal ini karena membangun kerukunan umat beragama melalui moderasi beragama bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan FKUB semata, melainkan juga menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat termasuk perempuan lintas agama," sebutnya. Selain itu, FKUB Provinsi Sulteng juga gencar melaksanakan kegiatan muhibah kerukunan yang salah satu tujuannya membangun dan meningkatkan keharmonisan, persatuan, dan kesatuan antar-umat beragama. JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai, perlu berbagai upaya untuk menangkal ancaman kerukunan dan integrasi bangsa. Sebab, di tengah perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis saat ini, tidak menutup kemungkinan muncul pemahaman dan sikap keagamaan yang bisa mengancam kerukunan bangsa. "Untuk mewujudkan integrasi nasional ini diperlukan kehidupan yang rukun dan harmonis antar umat beragama, baik dalam konteks kehidupan sosial maupun kehidupan politik, terutama melalui empat bingkai kerukunan," ujar Ma'ruf saat membuka simposium nasional Studi dan Relasi Lintas Agama Berparadigma Pancasila, Universitas Islam Negeri UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang, Banten, secara virtual, Kamis 10/9. Ma'ruf menerangkan, persatuan nasional merupakan pra-syarat terwujudnya stabilitas nasional, yang nantinya berujung pada keberhasilan pembangunan nasional. Karena itu, ada empat bingkai dalam menjaga kehidupan yang rukun dan harmonis antar umat beragama. Pertama, kata Ma'ruf, bingkai politis yang berarti penguatan kerukunan dan pencegahan konflik melalui penguatan wawasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meliputi tiga konsensus, yakni 1 NKRI dengan semboyan “bhinneka tunggal ika”, 2 Pancasila sebagai dasar negara, dan 3 UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Tiga konsensus ini, kata Ma'ruf, seharusnya menjadi acuan serta wawasan/orientasi bangsa Indonesia, baik secara pribadi maupun kelompok, organisasi-organisasi politik dan kemasyarakatan, terutama aparatur negara dalam mengambil kebijakan. Lalu kedua, kata Ma'ruf, bingkai teologis, yakni penguatan kerukunan dan pencegahan konflik melalui pengembangan teologi kerukunan sebagai acuan dalam hubungan antar-umat beragama, antar-warga negara, dan antar-manusia secara keseluruhan. Dia mengatakan, teologi kerukunan juga mengandung arti pemahaman keagamaan yang tidak mengarah pada konflik dan kekerasan yang bisa disebut sebagai “teologi konflik”. Sebab, dia meyakini, semua agama yang ada di Indonesia mengajarkan kebaikan dan kedamaian hidup manusia serta saling menghormati di antara sesama manusia. "Buddha mengajarkan kesederhanaan, Hindu mengajarkan tatwam asi tepo seliro, Kristen mengajarkan cinta kasih, Konghucu mengajarkan kebijaksanaan, dan Islam mengajarkan kasih sayang bagi seluruh alam rahmatan lil alamîn," katanya. Ma'ruf melanjutkan, dengan begitu agama semestinya tidak dijadikan sebagai faktor pemecah belah, tetapi justru menjadi faktor pemersatu integratif dalam kehidupan masyarakat. Dia juga berharap, agama semestinya tidak dipahami secara eksklusif dan ekstrim, melainkan dipahami dengan memperhatikan pula konteks dan kondisi obyektif bangsa Indonesia yang majemuk. Bingkai ketiga, ungkap Ma'ruf, adalah bingkai sosiologis yakni penguatan kerukunan dan pencegahan konflik melalui penguatan budaya kearifan lokal. Kondisi dilakukan, karena setiap daerah atau suku memiliki nilai-nilai budaya, yang dianggap sebagai kearifan lokal local wisdom. Sementara, yang keempat adalah bingkai yuridis, yakni penguatan kerukunan dan pencegahan konflik melalui penguatan regulasi tentang kehidupan beragama secara komprehensif dan terintegrasi. Baik itu, dalam bentuk Undang-Undang maupun peraturan hukum di bawahnya. Serta, yang tidak kalah pentingnya, penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran, dengan memprosesnya ke pengadilan. Namun dalam kasus-kasus tertentu persoalan-persoalan hukum ini bisa lebih baik diselesaikan melalui mediasi dan rekonsiliasi. “Dalam konteks ini, peran mediasi sangat penting, seperti yang dilakukan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB selama ini. Forum ini menjadi media yang sangat efektif untuk membangun kerukunan dan sekaligus menyelesaikan perselisihan, ketegangan, atau konflik berlatarbelakang agama,” ungkapnya.

jabarkan upaya untuk meningkatkan kerukunan di indonesia